Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan salah satu produk hukum penting dalam sistem hukum nasional Indonesia, yang khusus diterapkan dalam peradilan agama.
“KHI disusun dan diberlakukan melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 sebagai bentuk kodifikasi hukum Islam yang berisi ketentuan mengenai hukum perkawinan, kewarisan, dan perwakafan.
Meskipun bukan undang-undang dalam pengertian formal, KHI telah digunakan secara luas sebagai rujukan utama dalam penyelesaian perkara-perkara yang melibatkan umat Islam di lingkungan pengadilan agama.
Sebelum diberlakukannya KHI, praktik hukum Islam di pengadilan sering kali menghadapi kendala karena tidak adanya keseragaman dalam sumber hukum yang dijadikan rujukan.
Hakim peradilan agama biasanya menggunakan kitab-kitab fiqh dari berbagai mazhab yang kadang bertentangan satu sama lain, sehingga menciptakan ketidakpastian hukum. Dalam kondisi tersebut, KHI hadir sebagai solusi praktis untuk menyatukan pendapat-pendapat fiqh yang beragam dalam bentuk aturan hukum positif yang bisa diterapkan secara seragam.
Kedudukan KHI sebagai sumber hukum diperkuat oleh ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (yang kemudian diperbarui dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009), yang menyebutkan bahwa peradilan agama menggunakan hukum Islam sebagai dasar penyelesaian perkara.
Dalam konteks ini, KHI menjadi pedoman resmi karena mengakomodasi prinsip-prinsip fiqh dalam bentuk yang lebih sistematis, modern, dan sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, banyak putusan pengadilan agama yang menjadikan KHI sebagai dasar pertimbangan hukum.
Namun demikian, dalam praktiknya, KHI juga tidak luput dari kritikkan, beberapa kalangan menilai bahwa KHI masih menyimpan norma-norma yang kurang responsif terhadap prinsip keadilan gender dan perlindungan hak-hak perempuan serta anak.
Selain itu, status hukumnya sebagai produk instruksi presiden dianggap kurang kuat secara konstitusional, sehingga mendorong adanya usulan revisi atau bahkan penggantian KHI dengan Undang-Undang Hukum Keluarga Islam yang lebih komprehensif dan demokratis.
Kebutuhan akan pembaruan ini penting agar KHI tetap relevan dengan perkembangan sosial, hukum, dan nilai-nilai maqashid al-syariah di era modern.
Dengan demikian, Kompilasi Hukum Islam memiliki posisi penting sebagai jembatan antara hukum Islam klasik dan sistem hukum nasional Indonesia. Ia tidak hanya berfungsi sebagai sumber hukum yang sah dalam peradilan agama, tetapi juga sebagai wujud ijtihad kontemporer dalam membumikan syariah dalam kerangka negara hukum.
Meski masih memerlukan penyempurnaan, KHI tetap menjadi fondasi utama dalam membangun sistem hukum keluarga Islam yang adil, kontekstual, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh Deddy Irawan:
Universitas Islam Negeri (UIN) Syech M. Djamil Djambek Bukittinggi
e-mail: irawandeddi66@gmail.com