Canberra || Dukungan internasional terhadap pengakuan Negara Palestina kian menguat. Setelah Prancis, Kanada, dan Inggris menyatakan langkah serupa, kini Australia dan Selandia Baru mengonfirmasi rencana mereka untuk mengakui Palestina secara resmi pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bulan September 2025.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese mengumumkan bahwa negaranya akan menyampaikan pengakuan resmi tersebut pada Sidang ke-80 Majelis Umum PBB. Keputusan ini, menurutnya, merupakan kontribusi Australia bagi momentum internasional menuju solusi dua negara, gencatan senjata di Gaza, dan pembebasan sandera.
“Solusi dua negara adalah harapan terbaik umat manusia untuk memutus siklus kekerasan di Timur Tengah dan mengakhiri konflik, penderitaan, dan kelaparan di Gaza,” kata Albanese di Canberra, Senin (11/8/2025), dikutip AFP.
Albanese menegaskan, pengakuan ini didasarkan pada jaminan dari Otoritas Palestina bahwa kelompok militan Hamas tidak akan memiliki peran di negara Palestina di masa depan. Ia juga menyampaikan bahwa hanya solusi politik, bukan militer, yang dapat menghentikan konflik berkepanjangan di kawasan tersebut.
Di saat bersamaan, Selandia Baru juga menyatakan tengah memfinalisasi keputusan serupa. Menteri Luar Negeri Winston Peters mengatakan kabinet Perdana Menteri Christopher Luxon akan membahas pengakuan Palestina pada September, bertepatan dengan Pekan Pemimpin PBB.
“Kami bermaksud mempertimbangkan masalah ini dengan cermat dan bertindak sesuai prinsip, nilai, dan kepentingan nasional Selandia Baru,” ujar Peters dalam pernyataannya, Senin (11/8/2025), dikutip Reuters.
Peters menambahkan bahwa pengakuan Palestina oleh Selandia Baru “hanyalah masalah waktu”, meski keputusan final akan mempertimbangkan kemajuan signifikan menuju pembentukan negara Palestina yang layak dan sah.
Gelombang Dukungan dan Penolakan Israel
Langkah Australia dan Selandia Baru mengikuti jejak Prancis dan Kanada yang pada bulan lalu mengumumkan rencana pengakuan Palestina. Inggris juga mengisyaratkan akan mengambil langkah yang sama jika Israel tidak menghentikan krisis kemanusiaan di Palestina dan menyepakati gencatan senjata.
Namun, Israel bereaksi keras terhadap gelombang pengakuan ini. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menilai langkah tersebut justru akan menguntungkan Hamas dan tidak membawa perdamaian.
“Melihat negara-negara Eropa dan Australia masuk ke lubang kelinci begitu saja, ini mengecewakan dan memalukan, tetapi tidak akan mengubah posisi kami,” kata Netanyahu, Minggu (10/8/2025).
Ia menegaskan mayoritas warga Israel menolak pembentukan negara Palestina karena diyakini akan membawa perang, bukan perdamaian.
Rencana pengakuan Palestina oleh Australia dan Selandia Baru tak lepas dari situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza. Hampir dua tahun setelah Israel melancarkan perang sebagai respons terhadap serangan Hamas, lebih dari dua juta warga Palestina menghadapi krisis pangan, kelaparan, dan kehancuran infrastruktur.
Albanese menilai, pengakuan Palestina merupakan langkah strategis untuk menciptakan perdamaian yang permanen. “Sebelum negara Israel dan Palestina menjadi permanen, perdamaian hanya akan bersifat sementara,” ujarnya.
Dengan langkah kedua negara Pasifik Selatan ini, tekanan internasional terhadap Israel untuk menerima solusi dua negara semakin menguat, meski resistensi dari Tel Aviv masih keras. Sidang Umum PBB September mendatang pun diperkirakan akan menjadi panggung diplomasi yang menentukan arah masa depan Palestina. (*)